Langsung ke konten utama

Manado: Kota Pariwisata atau Kota Sampah?!

Akankah manado di tahun 2010 dapat mencapai cita-cita sebagai kota pariwisata dunia? Adakalanya pertanyaan ini sering menjanggal dalam hati kita sebagai warga kota yang menyaksikan langsung keadaan lingkungan kota manado. Tentu saja yang amat terkait dalam masalah lingkungan kota manado adalah tentunya tentang masalah bersih tidaknya lingkungan kita. Sangat senang dengan berbagai kebijakan pemerintah tentang penanganan lingkungan terlebih khusus yaitu lingkungan kota. Dengan adanya peraturan batas waktu pembuangan sampah, adanya tong-tong sampah yang tersedia di pinggiran jalan walaupun hanya di pinggir jalan raya saja, namun ini lebih baik di banding dengan tahun-tahun sebelumnya. Tetapi apakah hal ini sudah menjadi salah satu syarat adanya pencegahan lebih lanjut dari kebersihan kota manado?

Masalah lingkungan tentunya ada kaitannya dengan masalah sampah karna sampah merupakan salah satu yang dipermasalahkan akhir-akhir ini. Berbagai kegiatan sering di selenggarakan oleh kelompok-kelompok pecinta alam, organisasi yang bergerak di bidang lingkungan dengan tujuan pelestarian lingkungan dengan perwujudan kesadaran akan pentingnya kebersihan itu. Sejauh ini pemerintah telah berusaha mungkin dengan berbagai cara untuk pewujudan lingkungan bersih menuju WOC 2010. tapi adakah usaha pemerintah ini di sadari juga oleh masyarakat kota? Tubuh tanpa kepala atau sebaliknya itu merupakan hal yang tak mungkin. Masalah lingkungan bukan hanya persoalan satu pihak saja namun ini berkaitan dengan semua unsur dari yang tekecil sampai yang terbesar, dari yang terendah hinggah yang tertinggi.

Campur tangan dan keikutsertaan masyarakat sangat mempengaruhi langsung masalah ini. Mengapa? Karna masyarakat sendiri yang menikmati atau merasakan secara langsung, jadi sebenarnya masyarakat itu juga yang memegang tanggungjawab itu.

Kita tahu juga bahwa, apabila kita berbicara tentang komponen masyarakat berarti sudah termasuk dari anggota keluarga itu sendiri. Sebenarnya yang menjadi sumber dari sadar tidaknya manusia dapat dinilai dari kehidupan keluarga itu sendiri. Tidak menutup kemungkinan, peran orang tua sebagai pimpinan tertinggi yang sangat berpengaruh. Kebiasaan bersih yang diterapkan dalam keluarga akan menjadi dasar dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi, sebenarnya yang menanggung masalah ini siapa?

Kebiasaan yang baik akan mempengaruhi yang buruk, dasar yang kuat tidak mudah untuk di goyahkan. Bila kebiasaan dan dasar hidup bersih sudah tertanam dalam diri pribadi manusia dan di tunjang dengan kerjasama yang baik dengan peraturan pemerintah, mengapa kota Manado tidak menjadi kota pariwisata dunia 2010? Sampah sebenarnya bukanlah masalah bagi kita. Yang dipermasalahkan adalah kesadaran, perilaku dan budaya masyarakat bersih. Sebagai masyarakat sosial yang hidup berdampingan marilah kita belajar untuk saling menghargai, menghargai peraturan, sesama dan lingkungan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Giroth Wuntu] Tete Koneng Sebagai Anggota Masyarakat

         Pada suatu hari di kampung kami diedarkan undangan bagi seluruh anggota jemaat, untuk menghadiri pertemuan dengan maksud akan membicarakan permasalahan yang menyangkut pemilihan anggota-anggota pimpinan jemaat, bertempat di gedung sekolah Zending. Beberapa anggota telah hadir lalu menggunakan kesempatan itu untuk berbincang-bincang, terutama tentang segala sesuatu yang langsung berhubungan dengan masalah pokok, yakni kehidupan keagamaan atau penginjilan di kampung kami.         Tiada berapa lama tiba pula beberapa anggota, termasuk Tete Koneng. Dan karena tuan penulong sendiri belum hadir, maka kehadiran orang tua yang penuh pertentangan ini, telah menambah ramai pula perbincangan itu.         Tetapi meskipun Tete Koneng dikenal sebagai seorang yang gemar banyak bicara, tetapi janganlah diartikan bahwa dia memang seorang pembicara asal bicara saja dan tidak tahu ujung pangkal cerita atau persoalan yang dik...

Apa yang Kita Sombongkan?

Seorang pria yang bertamu ke rumah Sang Guru tertegun keheranan. Dia melihat Sang Guru sedang sibuk bekerja; ia mengangkuti air dengan ember dan menyikat lantai rumahnya keras-keras. Keringatnya bercucuran deras. Menyaksikan keganjilan ini orang itu bertanya, "Apa yang sedang Anda lakukan?" Sang Guru menjawab, "Tadi saya kedatangan serombongan tamu yang meminta nasihat. Saya memberikan banyak nasihat yang bermanfaat bagi mereka. Mereka pun tampak puas sekali. Namun, setelah mereka pulang tiba-tiba saya merasa menjadi orang yang hebat. Kesombongan saya mulai bermunculan. Karena itu, saya melakukan ini untuk membunuh perasaan sombong saya." Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang benih-benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari. Di tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh faktor MATERI. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain. Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor KECERDASAN. Kita...

[Giroth Wuntu] Tete Koneng Seorang Pejuang

Tete Koneng adalah seorang pejuang teladan. Dan karena pada jamannya Tete Koneng, siapa saja yang berani menentang kekuasaan Belanda langsung dicap Komunis, maka wajarlah kalau orang tua yang galak ini, mendapat julukan „Koneng Merah“, atau Koneng Komunis. Malahan bagi yang kurang mengenalnya ia memang dikira bekas buangan Digul atau Tanah Merah. Padahal Tete Koneng bukanlah seorang komunis penganut paham Marxisme-Leninisme apalagi seorang atheis. Orang tua yang sudah berambut putih ini, hanyalah seorang Nasionalis sejati, yang mendambakan kemerdekaan, bebas dari penjajahan dan karenanya ia sangat mengagumi Bung Karno dan Bung Hatta.....katanya; „Mereka itulah pemimpin-pemimpin bangsa kita yang sejati. Karena selain mereka berotak tajam, dapat melihat jauh kedepan, mereka juga berani masuk bui, dan tidak gentar menghadapi peluru yang setiap saat dapat membunuh mereka. Rupa dorang itu wajar dibilang pemimpin....jago dorang. Orang-orang muda seharusnya rajin membaca buku-buku yang beri...