Kalau di Indonesia daur ulang baru menjadi trend kira-kira beberapa tahun yang lalu, di Swiss daur ulang sudah menjadi gaya hidup. Sebagai negara kecil yang mempunyai sumber energi dan alam yang terbatas, Swiss berusaha untuk menghemat sumber tersebut. Semua serba dihemat, air, kayu, kertas, kain, botol plastik, kaleng, gelas, sampe sampah biologis. Yang namanya tong sampah di sini macam-macam bentuk dan warnanya. Banyak tong sampah yang dikhususkan untuk satu jenis sampah saja.
Ngomong-ngomong tentang sampah, Swiss bersih banget!! Gimana nggak bersih, tiap 100 meter ada tong sampah. Tiap pagi ada mobil warna orange (di Jenewa, di kota laen mobilnya laen warnanya) yang ngumpulin sampah dari tong-tong sampah di pinggir jalan. Terlebih lagi, beberapa hari sekali, banyak mobil sapu (truk kecil yang ada sapunya buat bersihin jalan atau trotoar) berkeliaran di jalan. Bayangin aja, jalan mobil aja disapu, jadi yang namanya jalan itu jarang banget ada sampah bertebaran. Trotoar juga dibersihin, pake mobil sapu mini (nyokap gue yang clean freak pasti seneng banget kalo dikasih satu..), dan kadang disemprot aer, buat ngebersihin debu yang bandel nempel di sela-sela trotoar. Tempat nunggu bus juga dipoles, 2 minggu sekali. Kalau petugas kebersihan udah dateng seru deh. Mereka efisien banget. Maximal 10 menit, halte bis langsung mengkilap, setelah digosok dengan sabun dan disemprot aer. Cuman ya itu, musti hati-hati kalo pas kebetulan lagi nunggu bis. Kadang gue suka ngayal, gimana ya kalo di Indonesia juga diterapin sistem yang sama. Alangkah indahnya. Nggak perlu punya tim kebersihan dan jadwal kayak di sini, paling enggak di pinggir jalan, tong sampah disediakan lebih banyak. Tidak hanya di depan kantor pemerintah atau mall aja. Gue rasa kalo tong sampah banyak, orang pun akan lebih terdorong untuk membuang sampah pada tempatnya.
Gue masih inget dulu di Bandung dijulukin agen petugas kebersihan sama temen2 gue. Abisnya gue langsung ngamuk (beneran ngamuk) kalo ngeliat temen gue ada yang buang sampah sembarang. Gue bakalan ngoceh ampe temen gue mungut sampah yang dibuangnya itu dan nyari tong sampah. Dan sering banget gue berantem ama temen2 gue yang mau buang plastik bekas makanan di dalam angkot, atau ke jalanan dari dalam mobil. Jawaban mereka satu, "...duile pit, eloe segitunya, yang buang sampah kan banyak. Satu plastik lagi nggak akan bikin banyak perbedaan." Pemikiran seperti inilah yang bikin kota2 di Indonesia penuh dengan sampah. Tiap orang berpikir, ah..cuman kecil ini..tapi kalo 100 orang berpikir seperti itu, jadi ada 100 sampah yang bertebaran!! Berhubung gue tetep ngotot, akhirnya temen2 gue jadi punya kebiasaan nggak buang sampah sembarangan kalo lagi jalan ama gue, atau harus menanggung malu dicelotehin ama gue sepanjang jalan.
Jadi kebanyang dong gimana bahagianya gue bisa tinggal di negara yang bener2 memperhatikan masalah sampah dan kebersihan. (Coba deh baca Asterix di Swiss, di sana orang Swiss digambarkan sebagai maniak kebersihan. Stereo type, tapi ada benernya, kebersihan di Swiss beda sekali dengan Perancis ato Italia, negara tetangganya)
Kembali ke daur ulang, sekarang banyak daerah di Jenewa yang memperketat hukum daur ulang. (Yup..ada hukumnya, dan denda kalo melanggar. Hati2, di sini denda jumlahnya bisa bikin dongkol sebulan penuh) Sekarang di beberapa daerah sudah membangun tempat sampah khusus untuk sampah rumah tangga, kaleng, kertas, dan sampah biologis. Setiap rumah tangga harus memisahkan sampah mereka sebelum dibuang ke tempat sampah. Dan kalau ada yang ketahuan tidak memisahkan sampah sebagaimana mustinya, langsung didenda. Di daerah tempat tinggal gue belom diperketat seperti itu, tapi kita udah dianjurkan untuk memisahkan sampah biologis. Pemerintah melakukan kampanye dengan membagi2kan secara gratis tempat sampah biologis (warnanya hijau dengan gambar landak, lambang sampah biologis), terus di samping tempat pengumpulan sampah ditaruh tong sampah khusus warna hijau.
Gue seneng banget pas dapet intruksi dan tong sampah gratis, udah lama sih niatnya, cuman lupa mulu. Tapi rada repot juga, soalnya sekarang tiap mau buang sampah musti mikir2 ini termasuk sampah biologis atau bukan? Kalo kertas sih memang sudah dipisahkan dari dulu, dan seminggu sekali akan ada mobil truk khusus untuk sampah kertas yang bakal ngangkut.
Daur ulang kertas sudah cukup mendarah daging di negara ini. Karena mereka nggak punya hutan yang bisa memasok pabrik kertas (hutan yang ada semuanya dilindungi, bahkan pohon2 di taman kota aja dilindungi, kalo mau ditebang harus ambil suara masyarakat dulu), jadi ya musti daur ulang. Kantor pemerintah dan badan pendidikan diwajibkan untuk menggunakan kertas daur ulang untuk setiap kebutuhan. Dari kertas buat print out, note book, sampe amplop. Dan harga kertas daur ulang pun jauh lebih murah dari kertas yang diproduksi dari pohon.
(Kebalikan dari Indonesia dimana pohon di hutan sudah digunduli dan pabrik kayu dan kertas disubsidi besar2an. Subsidi inilah yang menjadi pendorong penebangan hutan di Indonesia dan membuat hutan di Indonesia sebagai salah satu hutan yang terancam di dunia. I can talk a lot about this, I have been studying deforestation problem in Indonesia for four years now. But I better leave the academic talk behind)
Tahun ini ada peraturan baru untuk daur ulang alat2 elektronik. Semenjak Januari, seluruh toko yang menjual alat elektronik harus menerima alat elektronik yang sudah tidak dipakai lagi untuk kemudian didaur ulang, terlepas dari apakah alat tersebut dibeli dari toko yang bersangkutan atau tidak. Kebijakan yang sangat menguntungkan masyarakat dan pemerintah. Kewajiban mendaur ulang alat elektronik, dilimpahkan kepada kelompok bisnis. Alat elektronik tidak akan menggunung menjadi tumpukan sampah, dan pemerintah tidak perlu bingung membuat tempat penampungan sampah. Masyarakat bisnis juga tidak bisa mengeluh, karena di setiap harga penjualan alat elektronik telah disertakan pajak daur ulang.Ternyata kekurangan sumber daya alam telah membentuk masyarakat Swiss untuk lebih berhemat dan menghargai lingkungan. Sayang Indonesia masih tidak sadar betapa pentingnya pemeliharaan sumber daya alam.
Indonesia terus terang jauh lebih kaya daripada Swiss, apa sih yang nggak ada di Indonesia? Tapi karena berlimpahnya sumber daya tersebut, pemerintah jadi tidak punya alasan untuk berhemat. Penghematan sumber daya alam melalui technology upgrading memang mahal, tapi untuk jangka panjang akan memungkinkan penghematan yang sangat berharga. Kapan ya pemerintah Indonesia mulai memikirkan lingkungan hidup dan mulai berhemat, waktu hutan semua sudah gundul? Waktu binatang dan biomas yang hidup di hutan sudah punah? Waktu seluruh sungai sudah terpolusi dan mata air sudah tercemar? Atau waktu padang rumput sudah menjadi gurun dan pepohonan menjadi barang langka? Kapan ya masyarakat Indonesia akan sadar pentingnya membuang sampah pada tempatnya? Waktu semua sungai sudah ditutupi sampah? Waktu got menggenang dan banjir menjadi kenyataan hidup sehari2? Waktu jalanan sudah dihiasi dengan sampah dan jalan di trotoar sudah harus pake sepatu bot? Atau waktu seluruh pulau sudah tertutup sampah?
Komentar