Agar kehidupannya menjadi teratur, manusia membutuhkan cara untuk menentukan waktu melakukan tugas atau untuk membedakan musim. Berkat semangat observasi itu, manusia menemukan kalender.
Seperti yang kita ketahui, Bulan berputar mengelilingi Bumi kira-kira selama 28 hari. Selama itu pula, Bumi mengalami 4 fase, yaitu bulan baru, bulan sabit, bulan purnama dan bulan sabit lagi. 28 hari dibagi menurut 4 fase ini maka jadilah satu periode yang terdiri dari 7 hari. Kita menyebutnya satu minggu.
Orang Babilonia (sekitar 1.000 tahun sebelum Masehi) adalah yang pertama kali menerapkan pembagian tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian, orang Hebron menambahkan simbol agama. Mereka mengutip teks Injil yang menyatakan bahwa Tuhan menciptakan dunia selama enam hari dan beristirahat di hari ketujuh. Hari terakhir ini disebut Sabbath dalam tradsi Yahudi.
Di Roma, pada kekaisaran Augustus, satu minggu yang kita kenal sekarang benar-benar diterapkan. Setiap hari (atau “dies” dalam bahasa Latin) diberi nama dewa yang berbeda. Luna (Senin), Mars (Selasa), Merkurius (Rabu), Jupiter (Kamis), Venus (Jumat), Saturnus (Sabtu), dan Solis (Sunday dalam bahasa Inggris).
Pada tahun 393, penganut agama Kristiani mengubah hari Solis menjadi ‘Domingo’ atau dies Dominicus, atau ‘hari Penguasa’.
Ada juga sejarahnya pada waktu itu, satu-satunya pembagian waktu adalah bulan dan ada terlalu banyak hari dalam satu bulan untuk diberi nama sendiri-sendiri. Tetapi ketika manusia mulai membangun kota-kota, mereka ingin mempunyai hari istimewa untuk berdagang, yakni suatu hari pasar.
Kadang-kadang hari-hari pasar ini ditetapkan setiap hari kesepuluh dan kadang-kadang setiap hari ketujuh atau setiap hari kelima orang-orang Babilonia memutuskan hari pasar harus jatuh pada hari ketujuh. Pada hari ini mereka tidak bekerja, tetapi bertemu untuk berdagang dan mengadakan upacara-upacara keagamaan.
Bangsa Yahudi mengikuti contoh mereka, tetapi mengkhususkan hari ketujuh untuk keperluaan keagamaan. Dengan demikian hari minggu pun muncul. Hari itu adalah hari antara hari-hari pasar. Bangsa Yahudi menberi nama untuk masing-masing hari dari ketujuh hari itu, tetapi sebenarnya itu adalah hitungan setelah hari Sabat (yaitu hari Sabtu). Misalnya, hari Rabu dinamakan hari keempat (empat hari setelah hari Sabtu).
Ketika Bangsa Mesir menggunakan minggu yang terdiri dari tujuh hari mereka menamakan hari-hari itu menurut nama kelima planet, matahari dan bulan. Bangsa Romawi menggunakan nama-nama Mesir untuk hari-hari mereka dalam seminggu: hari Matahari, hari Bulan, hari planet Mars, hari planet Merkurius, hari planet Yupiter, hari planet Venus, dan hari planet Saturnus.
Kita memperoleh nama-nama hari bukan dari Bangsa Romawi tetapi dari Bangsa Anglo-Saxon, yang menamai sebagian besar dari hari-hari menurut nama dewa-dewa mereka, yang kurang lebih sama dengan dewa-dewa Bangsa Romawi, yaitu:
Hari Matahari menjadi ‘Sunnandaeg’, atau Sunday (Minggu).
Hari Bulan dinamakan ‘Monandaeg’, atau Monday (Senin).
Hari Mars menjadi hari Tiw,yaitu dewa perang mereka. Ini menjadi ‘Tiwesdaeg’, atau Tuesday (Selasa).
Bukannya nama Merkurius, nama Dewa Woden diberikan menjadi Wednesday (Rabu).
Hari Romawi Yupiter, dewa guntur, menjadi hari guntur Dewa Thor, dan ini menjadi Thursday (Kamis).
Hari berikutnya dinamakan Frigg, istri Dewa Odin, dan oleh karena itu kita mempunyai Friday (Jumat).
Hari Saturnus menjadi ‘Saeterbsdaeg’, terjemahan dari bahasa Romawi, dan kemudian menjadi Saturday (Sabtu).
Satu hari, biasanya dihitung sebagai jarak antara terbitnya matahari dan terbenamnya matahari. Bangasa Romawi menghitungnya dari tengah malam sampai tengah malam, dan kebanyakan bangsa-bangsa modern menggunakan metode ini
(nukilan dari beberapa sumber)
(nukilan dari beberapa sumber)
Komentar